Rabu, 07 Maret 2012

STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN ITIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan sub sector peternakan di Indonesia adalah upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan termasuk kebutuhan akan protein hewani yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk memperbaiki gizi khususnya protein hewani. Kandungan gizi hasil ternak dan produk olahannya sampai saat ini diketahui mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi asal tumbuhan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan untuk memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat ini telah diarahkan pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui pendekatan kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan.
Sub sektor peternakan dalam mewujudkan program pembangunan peternakan secara operasional diawali dengan pembentukan atau penataan kawasan melalui pendekatan sistem yang tidak dapat dipisahkan dari usaha peternakan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Usaha peternakan merupakan salah satu bagian usaha yang sangat baik untuk dikembangkan dan hasil dari usaha peternakan juga sangat menguntungkan untuk dipasarkan. Salah satu usaha peternakan yang banyak digeluti oleh masyarakat adalah usaha peternakan itik.
Usaha peternakan itik memiliki prospek usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan maupun untuk dipasarkan, baik usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan, sehingga sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Usaha peternakan itik telah lama dikenal masyarakat. Model peternakan itik kebanyakan menggunakan cara tradisional yang skala pemeliharaannya kecil dan model pemberian pakan yang mengandalkan pakan alami. Saat ini berkembang bisnis ternak itik untuk pemenuhan kebutuhan daging dan untuk kebutuhan telur yang sudah ada sebelumnya. Seiring dengan semakin tumbuh warung makan serba bebek, kebutuhan bebek pedaging tidak kalah banyak dengan bebek petelur. Selain itu pemenuhan daging itik dari itik afkir saat ini sudah tidak mencukupi lagi. Prospek dari usaha pemeliharaan itik petelurpun cukup baik mengingat konsumsi telur dari tahun ke tahun terus meningkat, pemeliharaannya sudah mengarah pada semi intensif maupun kearah intensif (Simamora, 2001).
Usaha peternakan itik telah banyak digeluti oleh masyarakat dibeberapa daerah di Sulawesi Selatan khususnya di daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang adalah salah satu daerah yang sebahagian besar masyarakatnya adalah peternak ayam dan itik. Ternak itik sangat cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Sidrap, hal ini karena Kabupaten Sidrap merupakan daerah yang sebahagian besar luas wilayahnya terdiri dari areal persawahan sehingga sangat cocok untuk mengembangkan ternak itik. Dukungan dengan banyaknya ketersediaan pakan dari sektor pertanian sebagai daerah lumbung padi juga mendukung untuk pengembangan ternak itik.
Usaha peternakan itik telah dibudidayakan di beberapa kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peternak yang melakukan usaha pemeliharaan ternak itik dimana populasi ternaknya cukup tinggi. Adapun populasi ternak itik di beberapa kecamatan di Kabupaten Sidrap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ternak Itik di Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2009.

No Kecamatan Jumlah Populasi Ternak Itik (Ekor)
1 Pancalautang 7.745
2 Tellu Limpoe 23.267
3 Watang pulu 24.296
4 Baranti 112.645
5 PancaRijang 15.083
6 Kulo 4.194
7 Maritenggae 14.800
8 Wattang Sidenreng 82.000
9 Pitu riawa 57.507
10 Dua Pitue 14.871
11 Pitu Riase 5.132
Sumber : Statistik Peternakan Sulawesi Selatan, 2010
Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi ternak itik di Kabupaten Sidenreng Rappang cukup tinggi. Kecamatan terbesar populasi ternak itik di Kabupaten Sidrap adalah Kecamatan Baranti sebanyak 112.645, sehingga Kecamatan tersebut juga merupakan daerah penghasil telur itik yang tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan sehingga diperlukan suatu strategi dalam pengembangan usaha dan budaya tenak itik unggul. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peternak yang melakukan usaha budidaya ternak itik di Kecamatan Baranti dimana populasi ternak itik cukup besar di beberapa desa di Kecamatan Baranti. Adapun populasi ternak itik di kecamatan Baranti dapat dilihat pada Tabel 2..
Tabel 2. Populasi Ternak Itik di Kecamatan Baranti Tahun 2007 - 2009.

No Kelurahan/Desa 2007 2008 2009
1 Manisa 22.675 32.636 42.636
2 Baranti 6.523 5.522 5.522
3 Passeno 8.659 8.650 8.651
4 Tonrongnge 15.670 13.672 23.671
5 Sipodeceng 22.574 19.641 28.462
7 Panreng 11.123 12.140 11.147
8 Duapanua 7.990 7.104 17.106
9 Benteng 8.550 8.918 8.918
10 TonrongRijang 18.890 15.076 25.077
Jumlah 140.654 123.179 171.190
Sumber : Statistik Peternakan Sulawesi Selatan, 2010.

Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi ternak itik di Kecamatan Baranti menunjukkan jumlah yang fluktuatif. Daerah yang terbanyak populasi ternak itiknya adalah Desa Manisa yang semakin meningkat sebanyak 42.636 ekor pada tahun 2009. Akan tetapi, di beberapa desa lainnya menunjukkan jumlah yang relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut hasil survei, sebahagian besar masyarakat di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang adalah peternak itik akan tetapi, usaha peternakan itik di Kecamatan Baranti belum mengalami perkembangan usaha peternakan yang besar. Hal ini disebabkan karena usaha peternakan masih bersifat tradisional, kurangnya perhatian pemerintah setempat dalam hal penyediaan lembaga keuangan khususnya bagi peternak itik, bibit ternak yang bermutu masih sulit didapat oleh peternak dan tingkat mortalitas serta masyarakat belum mengetahui pengolahan pakan alternatif sehingga peternak harus berpindah tempat dari satu lokasi ke lokasi yang lain.


Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang “Analisis SWOT Strategi Pengembangan Usaha Ternak Itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang”.
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana alternatif strategi yang sesuai untuk diterapkan di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dalam upaya pengembangan usaha peternakan itik, berdasarkan analisis SWOT?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu :
1. Menggambarkan kondisi usaha peternakan itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dengan menganalisis keseluruhan variabel yang telah diidentifikasi.
2. Menformulasi alternatif strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan peternakan itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dilaksanakannya penelitian ini yaitu :
1. Sebagai bahan informasi ilmiah yang menjadi acuan bagi pihak peternak itik dalam mengetahui strategi pengembangan khususnya ternak itik yang dilakukan oleh para peternak itik di Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Sebagai bahan rekomendasi sekaligus sebagai bahan pertimbangan bagi pihak peternak itik dalam mengambil kebijakan pengembangan dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Itik
Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik). Beternak itik bagi sebahagian orang terasa lebih menjanjikan daripada beternak unggas jenis lainnya. Pertama, produk yang dihasilkan yaitu telur terasa lebih dihargai sebab penjualannya dihitung bijian bukan kiloan sebagaimana halnya telur ayam ras. Kedua, cara pemeliharaan dan perawatan yang relatif mudah serta lebih tahan terhadap penyakit. Ketiga jumlah permintaan telur yang terus naik dari tahun ke tahun. dan Keempat yaitu permintaan akan daging konsumsi juga tinggi (Astawan, 2007).
Usaha peternakan itik memiliki prospek usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan maupun untuk dipasarkan, baik usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Sehingga sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang nilai ekonomis dan kurangnya perhatian masyarakat untuk membudidayakan itik dengan cara pemeliharaan yang baik sehingga berdampak pada kualitas produk itik yang dihasilkan. Saat ini berkembang bisnis ternak itik untuk pemenuhan kebutuhan daging dan untuk kebutuhan telur yang sudah ada sebelumnya (Rusli, 2009).
Ternak itik merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging. Sumbangan ternak itik terhadap produksi telur nasional cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Disamping ukuran telurnya yang lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan. Hingga kini usaha ternak itik masih didominasi oleh peternakan skala kecil, bersifat tradisional ekstensif, tingkat keterampilan peternak yang rendah, modal kecil serta adopsi teknologi rendah, mengakibatkan masih rendahnya produktivitas ternak itik. Cara beternak itik yang pada umumnya ekstensif tampaknya mempunyai arti besar dalam perekenomian peternak. Terlihat adanya pemeliharan ternak itik yang bersifat turun temurun. Pengembalaan itik sistim berpindah dari suatu lokasi ke lokasi lain, tampaknya tidak dapat lagi dipertahankan. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengarahkan peternak untuk mengelola ternak itik secara semi intensif dan intensif (itik lahan kering) (Rumawas, 1995).
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan (Anonim, 2010).
Untuk tujuan tersebut diperlukan perbaikan pola pemeliharaan ternak itik dari pola ekstensif tradisonal menjadi pola semi intensif dengan sistem terkurung. Namun pengelolaan tradisional tidak dapat lagi dipertahankan karena terkendala banyak faktor diantaranya makin menyusutnya lahan persawahan sebagai lahan pengembalaan itik selepas panen padi sawah dan alih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan dan perdagangan, makin sulitnya mendapatkan tenaga pengembala ternak itk karena semakin terbukanya lapangan kerja di sektor lain. Perubahan pemeliharaan ternak itik dari pola ekstensif akan bepengaruh terhadap performans itik disemua jenjang umur. Pengaruh positif, ternak itik akan lebih sehat dan lebih efisien dalam mengkonversikan pakan menjadi pangan, sedangkan efek negatif, terjadi pertumbuhan yang terlalu cepat, cepat menajadi gemuk karena berkurangnya aktivitas serta dibutuhkan pakan yang lebih banyak dan tentu akan menimbulkan pemborosan bila tidak diikuti dengan produksi yang tinggi (Rusli, 2009).
Ternak itik disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian kehidupannya dilakukan di tempat yang berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik seperti selaput jari dan paruh yang lebar dan panjang. Selain bentuk fisik dapat juga dilihat bahwa keberadaannya di muka bumi ini, dimana itik kebanyakan populasinya berada di daerah dataran rendah, yang banyak dijumpai di rawa-rawa, persawahan, muara sungai. Daerah-daerah seperti ini dimanfaatkan oleh itik menjadi tempat bermain dan mencari makan. Sebelum program intensifikasi pertanian menjadi program nasional, pemeliharaan itik secara tradisional atau dengan digembala memang sangat menunjang konsep pengendalian hama pertanian secara terpadu. Itik umumnya mencari makan di permukaan sawah dan sekitar batang/rumpun pada batang padi. Namun sejak penggunaan obat-obatan pembasmi hama pertanian makin intensif dan adakalanya dosisnya berlebihan, kasus keracunan itik sering menimbulkan konflik sosial. Pemeliharaan itik secara tradisional makin mengandung resiko besar karena harus berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain (Anonim, 2010).
Perkembangan harga telur itik relatif stabil. Harga telur itik mengalami lonjakan musiman, yaitu pada saat menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada waktu tersebut jumlah permintaan melonjak, namun penawaran (jumlah produksi) relatif stabil sehingga mengakibatkan kenaikan harga rata-rata sekitar 10%. Usaha pemasaran telur itik terbilang masih dalam skala mikro, namun memberikan efek multiplier yang cukup besar terhadap perekonomian. Secara langsung para peternak itik akan semakin terpacu untuk membudidayakan itiknya, sehingga tercipta kualitas telur yang lebih baik dan secara tidak langsung dengan adanya terobosan baru akan berdampak pada peningkatan pemasukan daerah (Rasyaf. 1996).
2.2 Pengembangan Usaha Ternak Itik
Di Indonesia, pengelolaan ternak itik terutama ditujukan untuk menghasilkan telur, berbeda dengan di luar negeri yang lebih berorientasi menghasilkan daging. pemeliharan ternak itik secara tradisional telah lama dilakukan masyarakat pedesaan, yakni dengan memelihara itik lokal dari jumlah puluhan sampai ribuan ekor, digembalakan secara berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain di sawah lepas panen. Pengelolaan ternak yang diintegrasikan dengan kolam ikan telah dimulai peternak, namun masih perlu dilakukan kajian secara menyeluruh terhadap seluruh aspek, baik aspek biologis, fisiologis dan ekonomis (Anonim, 2010).
Potensi produksi ternak itik yang mampu bertelur 200-240 butir telur per ekor per tahun. Dengan asumsi harga jual Rp. 800 per butir, telur itik sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan merupakan usaha baru yang prospektif, disamping sebagai sumber protein hewani keluarga petani. Telur itik cukup disukai oleh konsumen, baik untuk dimakan sehari-hari maupun sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan lainnya seperti kue. Kandungan protein telur itik cukup tinggi, yakni sekitar 13,3%. Selain itu, Itik merupakan ternak penghasil daging yang cukup gurih dan banyak diminati oleh masyarakat. Kandungan protein daging itik sebesar 21,4%, lebih tinggi dari kandungan protein daging ayam, sapi dan domba (Mangku. 2005).
Potensi sumber daya alam pedesaan cukup kondusif bagi pengembangan ternak itik. Status fisiologis itik sebagai unggas air, memungkinkan itik dapat dipelihara mulai dari daerah rawa sampai pasang surut. Bagi daerah kering, ternak dapat pula dipelihara dengan sistem pemeliharaan itik kering. Ternak itik merupakan unggas lokal yang telah lama dipelihara masyarakat pedesaan dan telah beradaptasi dengan kondisi iklim pedesaan dan masyarakat desa. Walaupun secara fisiologis itik merupakan unggas air tidak menutup kemungkinan itik dipelihara secara intensif pada lahan terkurung tanpa ada pengaruh buruk terhadap produksi. Akan tetapi, dapat dipelihara sederhana dengan pakan seadanya. Itik sanggup mencari sendiri pakan yang dibutuhkannya berupa butiran gabah yang tercecer selepas panen, ikan-ikan kecil, siput, cacing dan sisa dapur. Ketersediaan sumber pakan itik yang beragam di pedesaan diperkirakan dapat mendukung pengembangan ternak itik sebagai komponen usahatani terpadu (Atmadja, 2003).
Perkembangan usaha peternakan itik di Indonesia cukup tinggi akibat peningkatan permintaan akan bahan pangan asal ternak, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan keadaran masyarakat akan pentingnya telur sebagai salah satu sumber protein hewani. Di pihak lain, harus diakui bahwa produksi telur dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan konsumen (Anonim, 2010).
Menurut Supriadi (2009), beberapa model pengembangan peternak itik rakyat skala kecil sampai menengah dapat dilakukan sesuai dengan tujuan pembangunan peternakan dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan peternak dalam kerangka mewujudkan industrilisasi peternakan rakyat, model yang dapat ditawarkan antara lain :
1. Model Penyediaan Bibit Itik (DOD). Pada model ini yang menjadi sasaran adalah daerah sentra bibit itik agar mampu menyediakan bibit itik (Day Old Duck) yang dibutuhkan oleh peternakan rakyat skala kecil sampai menengah.
2. Model Pelestarian Plasma Nutfah. Dalam model ini, lebih diarahkan keapda pelestarian ternak itik asli sebagai sumber plasma nutfah unggulan. Itik Alabio, itik Bali, itik Tegal dan itik Mojosari merupakan sebagian plasma nutfah ternak itik yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
3. Model Pengembangan Sistem Bagi Hasil. Pada model ini peternak itik hanya menyediakan kandang dan tenaga kerja untuk memelihara usaha ternak itik dari pemilik modal. Sistem bagi hasil tergantung pada kesepakatan antara peternak dengan pemodal. Ketersediaan sumber pakan itik yang beragam di pedesaan diperkirakan dapat mendukung pengembangan ternak itik sebagai komponen usahatani terpadu karena umumnya ternak itik hidup di areal persawahan yang memiliki pakan yang banyak dari sisa hasil panen yang ada di sawah untuk bertelur dengan cepat.
4. Model Bapak – Anak Angkat. Pada model ini, peternak binaan terdiri dari peternak tradisional skala kecil sampai menengah, sedangkan Bapak angkat diharapkan adalah para pengusaha peternakan, pengusaha Pultry Shop atau BUMN. Bapak angkat tidak hanya memberikan bantuan dana tetapi juga aspek manajemen pengelolaan dan kepastian pemasaran produk peternakan itik yang dihasilkan peternak plasma.
Cara pemeliharaan dari cara tradisional ke arah pemeliharaan intensif sangat diperlukan karena mempertahankan pemeliharaan tradisional dimasa mendatang tidak bisa lagi diharapkan. Hal ini disebabkan pertama, makanan itik disawah atau dihabitatnya makin langka akibat penggunaan obat-obatan pembasmi hama; kedua, tingkat produktifitas itik yang dipelihara secara tradisional makin kurang nilai ekonominya, hanya bekisar antara 10-41% atau rata-rata 22,5% (lebih kurang 80 butir telur setahun). Metode baru dalam pengelolaan ternak itik dengan tehnik pemeliharaan secara terkurung yang menuntut berbagai disiplin iilmu dan teknologi yang perlu diterapkan oleh peternak. Namun sebenarnya tuntutan tersebut tidaklah merugikan peternak tetapi memberikan hasil yang baik. Pedoman nutrisi pakan itik yang baku di Indonesia sampai sekarang memang belum ada, akan tetapi para peternak sendiri yang melakukannya secara mencoba-coba (Anonim, 2010).
Menurut Gautama (2007), ada beberapa pilihan dalam menentukan langkah memulai pengembangan usaha peternakan itik. Adapun pilihan dalam pengembangan usaha ternak itik yaitu :
1. Mengkhususkan usaha untuk menghasilkan telur tetas.
Untuk menghasilkan telur tetas yang baik ratio jantan dan betina adalah 3-5 pejantan untuk 50-100 ekor itik betina. Memberikan kolam di dalam kandang untuk aktifitas berenang itik agar terjadi proses kawin secara alami. Telur itik yang sudah terkumpul di tetaskan dengan bantuan mesin penetas karena naluri mengeram itik sangat rendah atau bahkan tidak ada. Bisa juga dengan bantuan jasa menthok, akan tetapi hal ini akan menambah biaya lagi untuk pemeliharannya. Lama penetasan baik dengan mesin penetas atau menthok ± 28 hari. Lama penyimpanan telur tetas yang baik adalah kurang dari 7 hari.
2. Usaha penetasan, yaitu menetaskan telur itik menjadi DOD (Day Old Duck).
Hal yang penting dalam memulai usaha penetasan yaitu bagaimana cara mendapatkan telur tetas yang baik dan memilih mesin penetas. Keuntungan dalam usaha ini akan berlipat apabila begitu DOD menetas langsung dapat terjual, kalau tidak maka perlu biaya tambahan untuk memelihara DOD untuk beberapa jangka waktu beberapa hari.
3. Pembesaran DOD untuk dijadikan pedaging.
Usaha Pembesaran DOD untuk dijadikan pedaging sudah banyak mendapat perhatian dari para investor. Pada umumnya DOD yang dijadikan sebagai pedaging adalah DOD jantan. Selain harga bibitnya lebih murah juga kelebihan tingkat pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang lebih cepat jika dibandingkan dengan betina. Masa pemeliharaan yang relatif singkat yaitu sekitar 2 – 3 bulan juga menjadi daya tarik tersendiri sehingga harus memperhatikan perhitungan pakan karena fluktuasi harga yang gampang berubah.
4. Usaha pembesaran DOD sampai menjelang bertelur (bayah).
Bayah adalah sebuatan itik betina siap bertelur yang berumur kira-kira 4-5 bulan. Biasanya sistem pemeliharaan bayah lebih banyak digembalakan karena di samping untuk lebih menekan biaya pakan juga untuk memberi kesempatan itik untuk berburu pakan alami kesenangannya seperti cacing, ikan-ikan kecil dan juga sebagai sarana agar tubuh tidak kegemukan sehingga dapat menghambat produksi. Setelah itik sudah menandakan tanda-tanda akan bertelur maka itik bisa ditawarkan kepada calon pembeli. Ada satu trik saat menjual bayah yaitu usahakan menjual bayah ketika itik sudah mulai bertelur dan itu akan membawa ke harga jual yang lebih yang tinggi yaitu Rp. 500,- per ekor.
5. Usaha beternak itik untuk diambil telurnya.
Usaha tersebut sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Peternak bisa memeliharanya dari semenjak DOD atau langsung membeli itik siap bertelur (bayah). Keuntungan memelihara sejak DOD adalah tingkah laku ternak yang dipelihara sehingga dapat mengetahui kondisi ternak dan dapat menghasilkan dalam waktu yang dekat. Akan tetapi ada juga sisi kelemahannya yaitu butuh kesabaran waktu dan modal karena kita terus mengeluarkan uang sejak DOD sampai itik-itik tersebut mulai bertelur serta kesiapan mental untuk menghadapi stress yang tinggi karena perpindahan lokasi dan juga perbedaan penanganan ternak.
Menurut Assauri (2004), dari masing-masing variabel bauran pemasaran itu akan diarahkan pada pemasaran ternak itik, yaitu :
1. Product : pada hakikatnya, seseorang membeli produk bukan karena fisik produk itu semata-mata tapi karena manfaat yang ditimbulkan dari produk yang dibelinya. Pada dasarnya, produk yang dibeli konsumen itu dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu : 1) Produk inti (core product), merupakan inti yang sesungguhnya dari produk yang ingin diperoleh oleh seorang pembeli (konsumen) dari produk tersebut. 2) Produk formal (Formal Product), merupakan bentuk, model, kualitas/mutu, merek dan kemasan yang menyertai produk tersebut. 3) Produk tambahan (ougemented product), merupakan tambahan produk formal dengan berbagai jasa yang menyertainya.
2. Price : Dalam menentukan harga harus depertimbangkan berbagai hal, misalnya tujuan penentuan harga tersebut, hal ini disebabkan dengan diketahuinya tujuan penentuan harga tersebut menjadi mudah. Sedangkan tujuan penentuan harga secara umum adalah sebagai berikut: 1) bertahan hidup. 2) Untuk memaksimalkan laba. 3) Untuk memperbesar market share. 4) Mutu produk, 5) karena pesaing.
3. Place : Penyaluran merupakan kegiatan penyampaian produk ke tangan konsumen atau si pemakai pada waktu yang tepat. Yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah lembaga-lembaga yang memasarkan produk berupa barang atas jas adari produsen sampai ke konsumen.
4. Promotion: promosi lebih kepada menawarkan access/chanel kepada pembeli penyajian atau secara lisan dalam pembicaraan dengan seseorang atau lebih calon pembeli dengan tujuan agar dapat terealisasinya penjualan. Pengembangan dan penyebaran komunikatif persuasif tentang desain tawaran untuk menarik konsumen.
Menurut Eka (2008), usaha peternakan itik akan berkembang jika memenuhi beberapa faktor-faktor tersebut meliputi faktor ekonomis, serba guna, bimbingan dan motivasi, makanan dan bibit, serta marketing :
1. Faktor Ekonomis
Orang tidak ragu-ragu lagi untuk berternak itik karena kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan serta banyak orang yang telah mengetahui akan tingginya gizi telur itik. Sebab produksinya sangat mudah dipasarkan di kota-kota besar. Kemudian keberanian orang untuk mengusahakan usaha penetasan telur itik semakin meningkat setelah pemerintah sendiri menggalakkan pemenuhan gizi makanan.
2. Serbaguna
Usaha ternak itik selain menghasilkan telur, juga berhubungan erat dengan pertanian. Selain telur, ternak itik juga menghasilkan daging yang dapat dibuat menjadi masakan yang enak untuk dimakan serta tinggi nilai gizinya. Kemudian yang lebih penting lagi, ternak itik dagingnya dapat dijual yang menembus harga pasaran yang tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usaha ternak itik merupakan usaha serbaguna.

3. Bimbingan dan Motivasi
Telur itik tidak tahan lama dan mudah rusak serta usaha ternak itik di Indonesia masih dianggap cukup unik. Berkaitan dengan hal itu, maka pemerintah berusaha untuk memberikan bimbingan bimbingan kepada para pengusahanya. Memelihara itik membutuhkan penanganan yang serius, tekun dan cermat. Oleh karena itu, bimbingan dalam hal ini mutlak perlu, baik untuk itu langsung dan kadang-kadang motivasi.
4. Makanan dan Bibit
Makanan bagi ternak itik terbagi dua macam yaitu makanan pokok dan makanan tambahan. Untuk mencukupi tambahan makanan bagi itik dapat memberikan makanan ekstra, yaitu campuran dedak dan konsentrat. Kemudian untuk menjaga kesinambungan dari usaha ternak itik yaitu dengan pembibitan seperti bibit ternak itik yang unggul.
5. Marketing
Semua usaha tersebut tidak bisa tanpa memeperhatikan marketing. Pemeliharaan ternak itik dapat berjalan lancar dan menguntungkan jika kita dapat mengatur pemasaran yang baik. Apalagi dalam usaha ternak itik ini produksinya mudah rusak dan tidak tahan lama. Dengan demikian, kelincahan dan kesuksesan marketing benar-benar mengambil peranan yang sangat penting bahkan sangat dominan.



2.3 Lingkungan Usaha
Strength atau Kekuatan dan juga Weakness atau kelemahan adalah sesuatu yang sifatnya lebih ke arah internal sedangkan Opportunity (peluang) dan Threat (Ancaman/hambatan) lebih kearah eksternal. Analisa ini bisa digunakan untuk analisa pribadi (diri sendiri) maupun analisa akan dunia di sekitarnya (industri kita misalnya) (Fred, 2003).
1. Lingkungan Eksternal
Menurut Kotler (1998), bahwa kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan, kekuatan politik, pemerintahan dan hukum, kekuatan teknologi dan kekuatan persaingan. Faktor-faktor eksternal dapat berbeda pada setiap waktu atau industry. Hubungan dengan para pemasok atau distributor sering merupakan faktor keberhasilan yang sangat penting. Variabel lain yang umumnya digunakan termasuk pangsa pasar, banyaknya produk-produk yang bersaing, ekonomi dunia, afiliasi asing, keunggulan kepemilikan dan nilai utama, persaingan harga, kemajuan teknologi, pergesaran penduduk, suku bunga, dan pengurangan polusi.
Menurut Simamora (2001), bahwa lingkungan eksternal adalah lingkungan diluar perusahaan yang dapat mempengaruhi daya hidup perusahaan secara keseluruhan, yang meliputi :
a. Kekuatan sosiopolitik, merupakan kekuatan sosial dan politik, dimana kecenderungan dan konteksnya perlu diperhatikan untuk menentukan seberapa jauh perubahan tersebut berpengaruh pada tingkah laku masyarakat.
b. Kekuatan Ekonomi, merupakan kekuatan ekonomi lokal, regional dan global akan berpengaruh terhadap peluang usaha. Hasil penjualan dan biaya perusahaan banyak dipengaruhi oleh peluang usaha.
c. Kekuatan teknologi, merupakan kekuatan teknologi dan kecenderungan perubahannya sangat berpengaruh pada perusahaan. Kemajuan teknologi dalam menciptakan barang dan jasa telah mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar secara cepat. Oleh karena itu, kemampuan pesaing untuk menciptakan nilai tambah secara cepat melalui perubahan teknologi harus diperhatikan oleh perusahaan tersebut.
d. Kekuatan Demografi dan Gaya Hidup, produk barang dan jasa yang dihasilkan sering kali dipengaruhi oleh perubahan demografi dan gaya hidup.
Faktor tertentu dalam lingkungan eksternal dapat menyediakan dasar-dasar bagi menajer untuk mengantisipasi peluang dan merencanakan tanggapan yang tepat sesuai dengan peluang yang ada dan juga membantu menajer untuk melindungi perusahaan terhadap ancaman atau mengembangkan strategi yang tepat yang dapat merubah ancaman menjadi bermamfaat bagi perusahaan. Dalam satu lingkungan eksternal dapat menimbulkan ancaman, beliau mengelompokkan lingkungan eksternal kedalam 2 (dua) kelompok yaitu : (1) lingkungan luar mempunyai unsur-unsur langsung dan tidak langsung. Contoh unsur-unsur tindakan langsung adalah pelangkang pemerintah (2). Unsur-unsur tindakan tidak langsung seperti teknologi, ekonomi, dan politik masyaraka (Assauri, 2004).

2. Lingkungan Internal
Menurut Sukirno (1999), bahwa lingkungan internal adalah lingkungan yang ada kaitan langsung dengan operasional perusahaan seperti pemasok, karyawan, pemegang saham, manajer direksi, distributor, pelanggan/konsumen, dan lainnya. Lingkungan internal baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai kepentingan pada perusahaan akan sangat berpengaruh. Yang termasuk perorangan dan kelompok yang berkepentingan terhadap perusahaan dan mengharapkan kepuasan dari perusahaa, diantaranya :
a. Pemasok, berkepentingan dalam menyediakan bahan baku kepada perusahaan. Agar perusahaan dapat memuaskan pembeli/pelanggan, maka perusahaan tersebut harus memproduk barang dan jasa yang bermutu tinggi. Hal ini bisa dicapai apabila bahan baku dari pemasok berkualitas dan tepat waktu serta cukup jumlahnya.
b. Pembeli atau pelanggan, merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh karena dapat memberi informasi bagi perusahaan. Konsumen yang kecewa karena tidak memperoleh mamfaat dari perusahaan, misalnya akibat mutu, harga dan waktu yang tidak memadai akan cenderung untuk pindah dan berlangganan kepada perusahaan lain.
c. Karyawan, adalah orang pertama yang terlibat dalam perusahaan. Karyawan akan berusaha bekerja dengan baik bila memperoleh mamfaat dari perusahaan. Semangat kerja yang tinggi akan terjadi apabila mereka mendapat gaji yang cukup, masa depan yang terjamin dan kenaikan jenjang kepangkatan yang teratur. Jika tidak, maka karyawan bekerja kurang termotivasi, kurang produktif, kurang kreatif, dan akan merugikan perusahaan.
d. Distributor, merupakan lingkungan yang sangat penting dalam perusahaan, karena dapat memperlancar penjualan. Distributor yang kurang mendapat mamfaat dari perusahaan yang akan menghambat pengiriman barang sehingga barang akan terlambat dating ke konsumen atau pasar.
Menurut Fred (2003), bahwa kekuatan dan kelemahan dapat ditentukan dengan bercermin pada para pesaing. Kekurangan atau kelebihan yang relativ merupakan informasi yang penting. Kekuatan dan kelemahan juga dapat lebih ditentukan oleh unsur keberadaan dari pada kinerja. Misalnya kekuatan bisa berupa kepemilikan sumber daya alam atau sejarah reputasi kualitas. Kekuatan dan kelemahan juga dapat ditentukan berkaitan denga tujuan perusahaan. Misalnya perusahaan yang tidak bertujuan menjual habis barangnya tidak akan menjadikan perputaran barang yang tinggi sebagai kekuatannya. Faktor internal dapat ditentukan dengan banyak cara, termasuk dengan mnenghitung rasio, mengukur kinerja, dan membandingkan dengan prestasi masa lalu atau dengan rata-rata industri.
2.4 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Cara membuat analisis SWOT, penelitian menunjukkan kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal (Rangkuti, 2008).
Menurut Wahyudi (1996), SWOT merupakan perangkat pencocokan yang penting membantu manejer mengembangkan empat tipe strategi yaitu Strategi SO (Stengths-Theats) dan Strategi WT (Weaknesses-Theats). Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal kunci merupakan bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang paling baik.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Cara membuat analisis SWOT, penelitian menunjukkan kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strenghts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis (Hardianawati, 2006).
Menurut Subroto (2003), kemampuan analisis SWOT bertahan sebagai alat perencanaan yang masih terus digunakan sampai saat ini, membuktikan kehebatan analisis ini di mata para manajer. Analisis SWOT merupakan identifikasi dari beberapa tahap yang disusun secara sistematis telah lama menjadi kerangka kerja pilihan bagi banyak manajer, karena kesederhanaannya, proses penyajiannya, serta dianggap dapat merefleksikan esensi dari suatu penyusunan strategi, yaitu mempertautkan peluang dan ancaman dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Menurut Rangkuti (2008) analisis SWOT adalah sebuah pendekatan konseptual yang luas, yang menjadikannya rentan terhadap beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan analisis SWOT antara lain :
a. Analisis SWOT berpotensi untuk terlalu banyak memberikan penekanan pada kekuatan internal dan kurang memberikan perhatian pada ancaman eksternal. Dalam hal ini, perencanaan strategi di perusahaan di samping harus menyadari kekuatan yang dimiliki pada saat ini, juga harus menyadari pengaruh lingkungan eksternal terhadap kekuatan yang sekarang dimiliki tersebut. Perubahan lingkungan yang sangat cepat dapat menjadikan kekuatan yang sekarang dimiliki menjadi tidak bermakna, bahkan bisa berubah menjadi kelemahan yang menghambat kemajuan perusahaan.
b. Analisis SWOT dapat menjadi sesuatu yang bersifat statis dan berisiko mengabaikan perubahan situasi dan lingkungan yang dinamis. Hal ini sama dengan yang terjadi pada proses perencanaan.
c. Analisis SWOT berpotensi terlalu memberikan penekanan hanya pada satu kekuatan atau elemen dari strategi. Padahal kekuatan yang ditekankan tersebut belum tentu mampu menutupi kelemahan yang dimiliki, serta belum tentu mampu menghadapi berbagai ancaman yang muncul. Sebuah organisasi harus senantiasa menggali berbagai macam sumber daya yang mungkin memiliki potensi menjadi sumber kekuatan organisasi.
Oleh karena itu, analisis SWOT tidak boleh bersifat statis dan tidak boleh mengabaikan kemungkinan terjadinya perunahan, yang pasti terjadi. Analisis SWOT mempersentasikan sebuah pandangan yang khusus hanya pada satu titik waktu tertentu. Oleh karenanya elemen yang ada dalam analisis SWOT harus dikaji dan dievaluasi secara berkala. Keterbatasan lain dari analisis SWOT ini adalah kecenderungannya untuk terlalu menyederhanakan situasi dengan mengklasifikasikan faktor lingkungan perusahaan kedalam kategori yang tidak selalu tetap (Wahyudi, 1996).
Menurut Subroto (2003) klasifikasi sebuah faktor sebagai kekuatan atau kelemahan, atau sebagai kekuatan atau ancaman, sering ditentukan berdasarkan penilaian yang kurang tetap. Seperti halnya alat analisis yang lain, kegunaan analisis SWOT ini secara langsung berhubungan dengan kesesuaian (appropriateness) aplikasi, serta keterampilan mereka yang menggunakannya.









BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan mulai bulan April s/d bulan Mei di Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidenreng Rappang. Pemilihan lokasi tersebut disebabkan karena populasi ternak itik terbanyak di daerah Kabupaten Sidenreng Rappang adalah Kecamatan Baranti.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang mendeskriptifkan atau menggambarkan tentang suatu fenomena atau keadaan serta suatu jenis penelitian yang menjelaskan atau memaparkan satu jenis variabel seperti faktor eksternal dan faktor internal. Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan pakar.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah unsur pelaku (stakehorder) bidang peternakan yang mengetahui tentang pengembangan usaha ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang. Responden pakar adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang penelitian yang akan dilakukan. Dalam Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik yaitu Teknik Purposive dimana pengambilan sampelnya secara sengaja dalam menentukan Responden Pakar yang totalnya terdiri dari 5 orang atau lebih yang terlibat secara total dalam penelitian ini terdiri dari unsur pelaku dari kalangan akademisi, birokrasi dan praktisi.
Tabel 3. Responden Pakar
Stakeholder Nama Instansi/Jabatan


Akademisi Prof. Dr. Ir. Hj. Sahari Banong, M.S. Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin


Birokrasi Ir. H. Abdul Azis, M.M Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sidrap
Lade Tappa, S.Pt Kepala Bidang Usaha
Sadilia S.Pt Kepala Bidang Peternakan
Iskandar Kiddu Petugas Bagian Peternakan Kecamatan Baranti

Praktisi Hasna T. Ketua Kelompok Petani dan Peternak sipodeceng
Lasennang Peternak Itik di Kecamatan Baranti

Responden pakar juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki wawasan yang luas tentang pengembangan ternak itik, yang meliputi dimensi breeding, feeding dan manajemen usaha ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
b. Mengetahui tentang karakteristik breeding, feeding dan manajemen usaha ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
c. Memiliki pendidikan yang tinggi (min. S1) atau sangat berpengalaman dalam pengembangan usaha ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.


3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Kualitatif, yaitu jenis data yang berupa kalimat, tanggapan atau penyataan yang berhubungan dengan penelitian, seperti : keadaan geografis lokasi penelitian, jenis pakan, sumber-sumber pakan, sikap petani/peternak, sistem manajemen pemeliharaan internal dan eksternal, dan lain-lain.
b. Data Kuantitatif, yaitu jenis data yang berupa bilangan atau angka-angka yang berhubungan dengan penelitian, seperti : jumlah populasi itik, tingkat pertumbuhan populasi, jumlah peternak, tingkat permintaan dan lain-lain.
Adapun Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data Primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan responden pakar yang terlibat dalam penelitian ini berupa faktor internal dan eksternal.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan perusahaan, berbagai sumber kepustakaan serta instansi-instansi yang terkait dengan penelitian berupa data populasi ternak itik.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dan aktivitas keseharian masyarakat.
b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner.
3.6 Analisa Data
Data yang diperoleh untuk perumusan alternatif strategi adalah data kualitatif dan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dengan menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matriks SWOT, mariks internal-internal (IE), matriks Space Analisis, matriks Grand Strategy dan matriks QSPM sebagai alat analisisnya.
Metode Perumusan Strategi
Metode perumusan strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang mengacu pada tehnik perumusan strategi (analisis SWOT) yang dikembangkan oleh Fred (2003) ,dengan melalui tiga tahap analisis yaitu tahap pengumpulan data (input), tahap analisis (process) dan tahap pengambilan keputusan (decision stage), dengan alur pelaksanaaan.
1.Tahap Pengumpulan Data(Input)
Tahap tidak ini hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan mengklasifikasikan dan pra-analis. Dalam tahap pengumpulan data digunakan evaluasi faktor internal-IFE dan matriks evaluasi faktor eksternal-EFE. Matriks tersebut diolah dengan beberapa langkah analisis.

a. Identifikasi Variabel
















Gambar 1. Alur Pelaksanaan Perumusan Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Ternak Itik di Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap.

Langkah awal yang digunakan adalah menjaring informasi dan mengidentifikasi variabel-variabel yang termasuk ke dalam faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dengan melakukan diskusi dan wawancara menggunakan kuisioner kepada responden pakar yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan penilaian melalui pemberian bobot (tingkat kepentingan) dan ranting (tingkat pengaruh) terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi.
b.Pemberian Bobot Dan Peringkat
Pemberian bobot dan peringkat menggunakan kuisioner dengan mengajukan identifikasi faktor internal dan eksternal kepada responden pakar. Pemberian bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal dengan menberikan skala mulai dari 1,0 (paling penting)sampai dengan 0,0 (tidak penting) berdasarkan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang. Total bobot tersebut adalah 1,00.
Pemberian peringkat (Rating) untuk masing-masing faktor internal dan eksternal dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, Skala nilai peringkat yang digunakan yaitu :1 = kurang berpengaruh, 2 = cukup berpengaruh, 3 = berpengaruh, 4 = sangat berpengaruh.


Tabel 4. Skema Matriks Evaluasi Internal-IFE
Faktor-faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan (S)
Kekuatan 1
Kekuatan 2
Kekuatan 3
Kekuatan Ke-n
Kelemahan (W)
Kelemahan 1
Kelemahan 2
Kelemahan 3
Kelemahan Ke-n
Total 1
Sumber : Rangkuti (2008)
Tabel 5. Skema Matriks Evaluasi Eksternal-IFE
Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang (O)
Peluang 1
Peluang 2
Peluang 3
Peluang Ke-n
Ancaman (T)
Ancaman 1
Ancaman 2
Ancaman 3
Ancaman Ke-n
Total 1
Sumber : Rangkuti (2008)
Setelah diperoleh bobot dan rating masing-masing faktor internal dan eksternal, selanjutnya nilai bobot dikalikan dengan nilai rating sehingga diperoleh skor setiap faktor. Semua skor dijumlahkan untuk mendapatkan total skor.
2.Tahap Analisis (proses)
Pada tahap ini semua faktor internal dan eksternal dimanfaatkan dalam model-model kuatitaif perumusan strategi.Dalam hal ini digunakan model matriks SWOT, matriks space analisis dan matriks internal-internal (IE), matriks space anaisis dan matriks grand strategy.
a. Matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats)
Alat yang di pakai untuk menyusun alternatif strategis adalah matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats). Pada tahap ini difokuskan untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dengan memadukan faktor internal dan eksternal hasil dari tahap input (matriks IFE dan EFE). Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Skema Diagram Matriks SWOT

IFE

EFE
STRENGTHS (S)
a) Kekuatan 1
b) Kekuatan 2
c) Kekuatan 3
d) Kekuatan ke-n WEAKNESSES (W)
a) Kelemahan 1
b) Kelemahan 2
c) Kelemahan 3
d) Kelemahan ke-n
OPPORTUNOTIES (O)
a) Peluang 1
b) Peluang 2
c) Peluang 3
d) Peluang ke-n
Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
TREATHS (T)
a) Ancaman 1
b) Ancaman 2
c) Ancaman 3
d) Ancaman ke-n Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2008.
b.Matriks IE(internal-esternal)
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci total skor matriks IFE pada sumbu x dan total skor matriks EFE pada sumbu y. Total skor matriks IFE dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah,skor 2,0 hingga 2,99 menunjukkan pertimbangan rata-rata,dan skor 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk menperoleh strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang lebih detail. Matriks IE (Gambar 2) dapat mengidentifikasi 9 sel strategi tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yaitu Growth Strategy, Stability strategy, Retrenchment strategy.
TOTAL SKOR BOBOT IFE

KUAT RATA-RATA LEMAH
3,0 – 4,0 2,0 - 2,99 1,0 – 1,99
TOTAL SKOR
BOBOT EFE

TINGGI 4,0 3,0 2,0 1,0

1
GROWTH
2
GROWTH
3
RETRENCHMENT

4
STABILITY
Hati-Hati
5
GROWTH
STABILITY
6
RETRENCHMENT

7
GROWTH
8
GROWTH
9
LIKUIDASI
3,0 – 4,0 4,0


3,0
RATA-RATA
2,0 – 2,99
2,0
LEMAH
1,0 – 1,99
1,0

Gambar 2. Skema Diagram Matrik IE (Internal-Eksternal)
o Growth strategy yang merupakan pertumbuhan itu sendiri (sel 1,2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8).
o Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang telah ada.
o Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi skala pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
c. Matriks Space Analisis
Setelah menggunakan model analisis matriks IE, untuk mempertajam analisis dapat digunakan matrik space analisis. Tujuannya adalah agar dapat melihat posisi pengembangan itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dan arah pemasaran selanjutnya. Pada matriks space analisis, nilai skor untuk variabel kekuatan dan peluang bersifat positif (+), sedangkan variable kelemahan dan ancaman bersifat negative (-). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Skema Matriks Space Analisis
Internal Rating Eksternal Rating
Kekuatan (S) Peluang (O)
Kekuatan 1 Peluang 1
Kekuatan 2 Peluang 2
Kekuatan 3 Peluang 3
Kekuatan ke-n Peluang ke-n
Total S Total O
Kelemahan Ancaman (T)
Kelemahan 1 Ancaman 1
Kelemahan 2 Ancaman 2
Kelemahan 3 Ancaman 3
Kelemahan ke-n Ancaman ke-n
Total -W Total -T
Sumber : Rangkuti, 2008.

d. Matriks Grand Strategy
Matriks grand strategi (gambar 3) bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang harus diterapkan. Pada matriks grand strategy, nilai sumbu x diperoleh dengan menjumlahkan total skor faktor internal (kekuatan dan kelemahan), sedangkan nilai sumbu y diperoleh dengan menjumlahkan total skor faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang diperoleh pada matriks space analisis.



III I
(x,y)








IV II






Keterangan : Nilai sumbu x = S rata-rata + (-W) rata-rata
Nilai sumbu y = O rata-rata + (-T) rata-rata
Sumber : Rangkuti (2008)
Gambar 3. Diagram Matriks Grand Strategy
Kuadran I : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan karena memiliki peluang dan kekuatan. Fokus strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi SO.
Kuadran II : Merupakan situasi dimana menghadapi berbagai ancaman, tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Fokus strategi yang harus diterapkan adalah strategi ST.
Kuadran III: Merupakan siatuasi dimana menghadapi peluang, tetap di lain pihak ia juga menghadapi kelemahan internal. Fokus strategi yang harus diterapkan adalah strategi WO.
Kuadran IV: Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan karena menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi ysng harus diterapkan adalah strategi WT.
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Stage)
Tahap pengambilan keputusan adalah tahap untuk menentukan daftar prioritas alternatif sebagai strategi pengembangan ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang paling diproritaskan untuk diterapkan. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM) merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan alternatif strategi yang diproritaskan. Adapun langkah-langkah dalam menyusun QSPM adalah sebagai berikut :
1. Mendaftar faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang ada dalam kolom kiri dari QSPM yang diambil langsung dari matriks IFE dan EFE.
2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal yang diambil langsung dari matriks IFE dan EFE.
3. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score-AS). Tentukan nilai numeric yang menunjukkan daya tarik dari setiap strategi dalam alternative set tertentu. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal satu persatu. Bila faktor sukses tersebut mempengaruhi strategi pilihan yang akan dibuat maka strategi harus dibandingkan relative terhadap faktor kunci. Nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relative dari satu strategi atas strategi yang lain. Nilai daya tarik itu adalah 1= tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = sangat menarik.
4. Menentukan skor yaitu dengan mengalihkan bobot dengan AS masing-masing faktor internal/eksternal pada setiap faktor strategi.


















Tabel 8. Skema Matriks Perencanaan Strategi Kunatitatif (Quantitative
Strategic Planning Matrix – QSPM)
Faktor-faktor Internal dan Eksternal
Bobot Alternatif Strategi
Strategi I Strategi 2 Strategi ke-n
AS Skor AS Skor AS Skor
Kekuatan (S)
Kekuatan 1
Kekuatan 2
Kekuatan 3
Kekuatan ke-n
Kelemahan (W)
Kelemahan 1
Kelemahan 2
Kelemahan 3
Kelemahan ke-n
Peluang (O)
Peluang 1
Peluang 2
Peluang 3
Peluang ke-n
Ancaman (T)
Ancaman 1
Ancaman 2
Ancaman 3
Ancaman ke-n
Total Nilai Daya Tarik (TAS)
Sumber : Freed (2003)
5. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score/TAS) yaitu dengan menjumlahkan skor yang ada. TAS menggungkapkan alternative strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tinggi nilai TAS, semakin menarik strategi tersebut untuk diimplementasikan.


Dari Matriks perencanaan strategi kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM) akan dapat dilihat secara berurutan alternative strategi pengembangan usaha ternak itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang berdasarkan tingkat prioritasnya untuk diimplementasikan.
3.8 Konsep Operasional
1. Strategi pengembangan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang digunakan dalam pengembangan dan pemasaran hasil usaha peternakan.
2. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai internal kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), serta eksternal kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) secara sistematis untuk merumuskan strategi yang paling sesuai untuk diterapkan pengembangan usaha ternak itik di Kabupaten Sidenreng Rappang.
3. Faktor internal adalah segala faktor yang secara langsung mempengaruhi pengembangan peternakan itik di Kabupaten Sidenreng Rappang yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang berada di dalam ruang lingkup pengembangan usaha peternakan itik contoh luas lahan peternakan.
4. Faktor eksternal adalah segala faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi pengembangan peternakan itik di Kabupaten Sidenreng Rappang yang terdiri dari peluang dan ancaman yang berada di luar ruang lingkup pengembangan usaha ternak itik, yang juga dapat didentifikasi sebagai faktor pendukung dalam usaha pengembangan ternak itik di Kabupaten Sidenreng Rappang.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Budidaya Ternak Itik http://www.ristek.go.id/. Diaskes tanggal 25 Februari 2011.
______. 2010. Berternak itik. http://www.tribun timur.go.id/. Diaskes tanggal 25 Februari 2011.
Assauri, Sofian. 2004. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Press.
Astawan. 2007. Tekhnologi Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Atmadjaja. 2003. Berternak Itik Hibrida Unggul. Penebar Swadaya. Bandung
David, Freed. 2003. Manajemen Strategis. Prenhallindo. Jakarta.
Gautama, N. 2007. Budidaya Ternak Itik Permasalahan dan Pemecahan.Cempaka Mas. Malang.
Hardianawati. 2006. Strategi Analisis SWOT. http://tumoutou.net/mm_ku/sm/006/ hardianawati.Pdf. Diaskes tanggal 27 Februari 2011.
Kotler. 1998. Manajemen Pemasaran Industri. Djambatan. Jakarta
Mangku, S. 2005. Cara Memelihara Itik. Primapustaka. Yogyakarta
Muspitawati H. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk Industri Sayuran Segar (Studi Kasus di PT. Saung Mirwan Ciawi, Bogor), Skripsi Fakultas Tekhnologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prahasta, Arief. 2009. Agribisnis Itik. Pustaka Grafika. Bandung.
Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia. Jakarta..
Rasyaf. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rumawas, I. 1995. Sifat fisik dan Kualitas Telur. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB Bogor.
Rusli. 2009. Kualitas Telur Itik Asin (Studi Kadar Air, Organoleptik Dan Daya Simpan). Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Simamora. 2001. Memenngkan Pasar dan Pemasaran Efektif dan Profitabel. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Subroto, G. 2003. Analisis Swot Tinjauan Awal Pendekatan Manajemen. http//:www.depdiknas. go. Id/balitbang/publikasi/jurnal/no.026 analisis_swot _gatot.htm (24 Februari 2001).
Sukirno, S. 1999. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Supriadi. 2009. Panduan Lengkap Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyudi AS. 1996. Manajemen Strategis : Pengantar Proses Berfikir Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta.

3 komentar:

  1. sangat bermanfaat,

    ijin copy..

    BalasHapus

  2. Informasi yang sangat bagus... Jarang Sekali Orang Ingin berbagi ilmu seperti ini..

    Salam sukses selalu dari kami Blog Ayam Jago - Pemainayam.vip Membahas Semua Tentang Ayam

    BalasHapus